CAKRA Banten, Kab. Tangerang – Meski mengalamai kemajuan teknologi dan perubahan cepat di dunia pendidikan, peran guru tetap tak tergantikan sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Guru adalah sosok yang tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan, tetapi juga membentuk karakter dan membimbing siswa melalui berbagai tantangan. Mereka bekerja keras untuk memastikan setiap anak memiliki kesempatan untuk berkembang dan mencapai potensi maksimalnya. Pengabdian mereka sering kali dilakukan dengan penuh kesabaran dan dedikasi, tanpa mengharapkan imbalan yang setimpal dengan kontribusi mereka.
Menghargai pengabdian guru berarti mengakui dan merayakan peran penting mereka dalam membentuk masa depan bangsa. Dengan memberikan penghargaan yang layak dan mendukung profesionalisme mereka, kita tidak hanya memberikan motivasi kepada mereka untuk terus berprestasi, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya pendidikan berkualitas bagi kemajuan masyarakat. Menghormati dan menghargai guru adalah investasi dalam masa depan yang lebih baik, karena mereka adalah pilar utama yang membantu membangun generasi yang cerdas dan berintegritas.
Di tengah hiruk-pikuk dunia literasi yang terus berkembang pesat, ada sosok yang tetap berdiri teguh dalam dedikasinya terhadap pendidikan. Dialah Sarkono, mantan kepala sekolah SDN Kapuk 9 di Cengkareng, yang telah menorehkan banyak prestasi selama bertahun-tahun. Kini, di usia yang telah mencapai 89 tahun, Sarkono tidak hanya menjadi teladan dalam dunia pendidikan, tetapi juga terus aktif menyemangati dan membimbing generasi muda dengan nilai-nilai moral yang luhur.
Meski usianya semakin senja, semangat Sarkono untuk mendidik dan membimbing tak pernah pudar. Ia terus berkiprah dengan membagikan ilmu dan pengalaman yang telah diperolehnya selama puluhan tahun mengajar. Keberadaannya di tengah masyarakat menjadi pengingat bahwa dedikasi dan cinta terhadap pendidikan tidak mengenal batas usia. Dalam setiap langkahnya, Sarkono menunjukkan bahwa nilai-nilai kebijaksanaan dan integritas adalah landasan yang abadi bagi setiap generasi yang ingin membangun masa depan yang lebih baik.
Sarkono memulai kariernya sebagai pendidik pada tahun 1961 dan selama 30 tahun, ia telah menerima dua penghargaan dari Gubernur DKI Jakarta. Kiprahnya sebagai kepala sekolah Ia tunjukkan selama hampir 27 tahun memimpin SDN Kapuk 9 dengan penuh dedikasi, membawa perubahan signifikan dalam kualitas pendidikan dan kesejahteraan siswa di sekolah tersebut.
Kini, dengan sisa usianya yang tak lagi muda, meski sudah pensiun, semangat Sarkono untuk berkontribusi dalam memajukan pendidikan tetap membara. Ia kini aktif di Yayasan El-Karim Indonesia, bersama timnya sesekali Sarkono memberikan motivasi kepada siswa untuk menegakkan nilai-nilai Pancasila, terutama sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Ini merupakan upayanya untuk melawan kemerosotan moral di kalangan generasi muda.
Degradasi Moral Bangsa
Di era modern ini, Sarkono melihat ketidakseimbangan yang mencolok. Meskipun infrastruktur pendidikan semakin maju dengan fasilitas lengkap, ia prihatin karena kemajuan tersebut tidak sebanding dengan perkembangan karakter anak bangsa. Menurutnya, pendidikan yang sesungguhnya tidak hanya terletak pada fasilitas, tetapi juga pada pembentukan karakter yang mulia.
Sarkono berpendapat bahwa salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan adalah kurangnya tenaga pendidik berkualitas. Banyak guru yang terpaksa membagi fokus antara mengajar dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga, yang mengakibatkan kualitas pengajaran tidak optimal. Kesejahteraan guru menjadi sorotan utama, karena guru yang merasa dihargai dan stabil secara ekonomi cenderung lebih termotivasi dan mampu memberikan yang terbaik.
Pemerintah, menurut Sarkono, harus memastikan kesejahteraan guru menjadi prioritas, mencakup gaji layak, jaminan sosial, fasilitas kerja yang memadai, dan dukungan pengembangan profesional. Dengan perbaikan dalam aspek ini, diharapkan guru dapat memberikan kontribusi maksimal dalam mencerdaskan generasi penerus bangsa.
Kepada juru warta CAKRA Banten, saat ditemui di kediamannya, di Desa Solear, Kecamatan Solear, Kab. Tangerang, Sarkono mengungkapkan pandangannya mengenai penurunan moral di kalangan generasi bangsa. Menurutnya, salah satu penyebab utama fenomena ini adalah kekurangan pendidikan agama di sekolah-sekolah. Sarkono berpendapat bahwa kurangnya pendidikan agama menyebabkan ketidakseimbangan antara perkembangan intelektual dan spiritual siswa, yang berdampak negatif pada sikap dan perilaku mereka di masyarakat.
Dalam pandangan Sarkono, pendidikan agama memiliki peran krusial dalam membentuk karakter dan moral seseorang. Tanpa landasan agama yang kuat, ilmu pengetahuan yang diperoleh siswa menjadi tidak seimbang. Hasilnya, setelah memperoleh pendidikan tinggi, bukan hanya tidak menghindari perilaku korupsi, tetapi malah menjadi lebih cerdas dalam melakukannya. Siswa yang tidak dibekali dengan pendidikan agama cenderung kehilangan rasa etika dan tanggung jawab sosial, dan malah menggunakan pengetahuan mereka untuk kepentingan pribadi yang merugikan orang lain.
Lebih lanjut, Sarkono juga menyoroti perubahan sikap siswa terhadap orang tua mereka setelah menempuh pendidikan tinggi. Siswa yang tidak mendapatkan pendidikan agama yang memadai seringkali menunjukkan sikap sombong dan kurang menghormati orang tua, terutama jika orang tua mereka tidak memiliki tingkat pendidikan yang sama tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa dasar moral dan spiritual yang kuat, pencapaian akademis tidak selalu diimbangi dengan sikap hormat dan pengertian.
Pentingnya pendidikan agama di sekolah bukan hanya untuk membentuk karakter yang baik tetapi juga untuk memastikan bahwa intelektual yang berkembang disertai dengan kepedulian moral yang tinggi. Pendidikan agama membantu siswa memahami nilai-nilai etika, integritas, dan tanggung jawab, yang kesemuanya esensial untuk kehidupan sosial yang harmonis dan beradab.
Dalam konteks ini, perlu adanya evaluasi ulang terhadap kurikulum pendidikan di sekolah-sekolah kita. Integrasi pendidikan agama yang lebih baik dapat membantu menciptakan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual tetapi juga kuat secara moral. Dengan demikian, kita bisa berharap agar generasi mendatang mampu menggunakan pengetahuan mereka untuk kebaikan bersama dan tidak terjerumus pada perilaku yang merusak.
Sarkono juga memikirkan masa depan para guru. Sebagai bentuk komitmennya, ia bersama pengurus koperasi guru di Cengkareng mendirikan perumahan khusus untuk guru, yang dinamakan Perumahan Anggota Koperasi Guru Cengkareng (PKGC). Karena anggaran terbatas, perumahan ini dibangun di Desa Pasanggrahan, Kecamatan Solear, dengan 211 unit yang dirancang untuk membantu para guru memiliki rumah yang layak dan terjangkau.
Dengan segala dedikasinya, Sarkono adalah contoh nyata pahlawan tanpa tanda jasa dalam dunia pendidikan, yang terus menerangi jalan bagi generasi muda agar masa depan bangsa tetap gemilang dengan integritas dan akhlak yang mulia.(Kdr)
Posting Komentar