Diskusi literasi seputar belajar menulis buku bersama Cakra Banten, Pelita & IKAPI

Diskusi lieterasi bersama Pelita (Penggerak Literasi Tangerang) dari kiri ; Nia Kurniasih, S.Pd, Ihah, Parihah S.Pd, Cakra Banten M.Pd, Endang Supriyatna dan IKAPI Banten Ardi (Foto : Edi Kusmaya, pimred)



Cakrabanten.co.id,- Membahas literasi, literasi digital dan literasi numerasi bukan sekedar dunia membaca. Lebih luas dari itu, mencakup pemahaman dan implementasinya dalam kehidupan keseharian. Satu diantaranya, bagaimana para penggiat literasi mendokumentasikan pengalaman empiriknya dalam sebuah buku. 



Bagi para penulis pemula, soal semangat tidak perlu diragukan. Cakra Banten sebagai salah satu media pendidikan yang komitmen dalam pengembangan literasi, mencoba berkolaborasi dalam suatu diskusi tipis-tipis di Perpusda Kabupaten Tangerang. Dipandu langsung sama Pimpinan Perusahaan Endang Supriatna, S.Pd MM. 



Endang menginformasikan, pihaknya telah mencoba mempublikasikan karya penulis antara lain Ihah Parihah, S.Pd, M.Pd, Nia Kurniasi, S.Pd fasilitasi dan para penulis lainnya terutama para guru SD, SLP dan SLTA. “Saya berharap karya-karya mereka bisa dijadikan buku. Oleh karena itu saya memohon pihak penerbit, seperti IKAPI bisa memfasilitasinya”, tandasnya. 



Hal itu sejalan apa yang disampaikan Ihah dan Nia, selama ini baru bisa menulis, mencetak dan menjual sendiri. Mereka berdua, menceritakan pengalamanya sebagai penulis – yang segalanya masih diborong sendiri. 



Nia Kurniasih misalnya mengatakan, “Pertama mau menerbitkan buku, bingung. Sepengetahuan saya penerbit itu ada dua katagori ada indi ada mayor. Karena ada rasa takut denggan segala keterbatasan, memutuskan ke penerbit individu. Otamatis segala pembiayaan ditanggung sendiri, termasuk pemesaran. Pokonya segalanya sendiri”. 



Salah satu buku karya Nia Kurniasih, S.Pd 
(Penulis PGRI Kabupaten Tangerang)



Kemudian Nia menuturkan pengalamannya, memasarkan bukunya dor to dor, dengan berbagai media dan cara. “Pada saat itu dengan susah payah, mampu menjual 300 eksemplar”, ujar Nia mengenang perjuangannya. Nia menginformasika, “Sebenarnya banyak rekan-rekan penulis yang masih bingung, terutama cara pemasaran karya-karyanya. Sementara kalau mau mencoba ke penerbit mayor, takut ditolak, takut belum memenuhi syarat dsb”. 



Begitu juga pengalaman Ihah Parihah, “Sebagai pemula memang susah payah untuk bisa menerbitkan buku. Apalagi kalau tidak bergabung dengan komunitas, tambah susah”. Karenanya pengalaman selama ini, Ia bergabung dulu dengan komunitas. Dilanjutkan dengan kelas menulis, yang memang menjamin buku tersebut bisa terbit. “Buku pertama yang bisa terbit Dongeng Rakyat dari Banten – Alhamdulillah banyak yang mengapresiasi. Karena memang mengangkat budaya dan kearipan lokal Banten. Sasaran bacanya selain anak-anak juga orang dewasa. Karena ceritanya tidak melulu tentang dongeng, ditambah ilustrasi yang porsinya lebih banyak, terutama gambar”, tutur Ihah. 



Munurutnya hampir semua proses dikerjakan sendiri. Teutama pemarasan melalui event termasuk yang diselenggarakan oleh Perpusda. Khusus menulis Buku Antologi sudah tidak ada masalah, karena tugas penulis – hanya menulis. Aspek lainnya, sudah ada yang mengerjakan. 



Ada beberapa komentar dan poin yang disampaikan oleh Ardi, antara lain sbb : 



“Saya membaca sepintas naskah yang ada di media Cakra itu memang sudah kebentuk tinggal eh bagaimana cara melempar ke penerbit”, Ardi membuka pembicaraan. 



Buku terbaru Ihah Parihah, S.Pd M.Pd



Sebagai salah seorang yang telah lama bekerja di penerbit, Ardi menyampaikan tip dan trik yang harus dipenuhi dan dilakukan penunis, diantaranya; 



Pertama, Beliau melihat naskah di media Cakra Banten dari katagori, dinilai sudah lengkap ada motivasi, referensi dan inspirasi. Tinggal memfokuskan, mana yang mau dibuat. Apakah di jalur sastra, nantinya akan diakomudir, untuk bisa diterbitkan. Pihaknya akan berupaya mencarikan penerbit yang konsen di bidang sastra. Seperti Gramedia, ada terbitan yang memang khusus sastra. 



Lalu beranjak pada alur berikutnya. Biasanya penerbit akan mempelajari naskahnya. Kemudian akan diseleksi dari berbagai sisi ; bahasa terutama harus terhindar unsur sara, agar apabila sudah dicetak terhindar dari konplain pembaca. 



Aspek lain pertimbangan hal yang menarik bagi pembaca. Penulis harus memahami kepentingan konsumen. Terutama pada conten atau topik-topik terbaru, dengan kata lain memahami pergerakan pasar yang sedang dan akan terjadi ke depan. 



Karenanya fokus sasaran adalah anak-anak muda, yang lebih mempunyai potensi pasar. Walau juga tergantung pada pembuatan tema-temanya. Referensi membahas apa, edukasi membahas apa. Harus mengena pada pembaca. Supaya mereka merasakan bagian yang dibacanya. 



Menurut Ardi, kalau melihat katagorinya sebenarnya mudah. Tinggal komunikasi ke penerbit, conten motivasi misalnya ke Gramedia Distributor atau Penerbitnya. Mereka sudah punya banyak distributor misalnya grasindo dan kpg. Mereka akan menyeleksi kemudian sudah punya channel untuk mencocokan setiap naskah. “Jadi jangan takut naskah itu akan ditolak. Masuk dulu pada mereka – nanti mereka akan memproses kemana setiap genre tulisan kita. Jadi initinya tinggal keberanian kita, bekerja sama dengan penerbit”, tegas Ardi. 



“Dari situ baru akan segalanya akan diurus. Kriteria halaman tidak ada, yang penting tidak putus di tengah. Mereka tidak akan berani menerbitkan, karena kalau tidak selesai suatu bukutersebut. Apalagi jika di akhir buku ada info akan ada lagi buku-buku berikutnya. Naskah yang belum tuntas atau ada yang belum memenuhi syarat akan difasilitasi. Bahkan jika tidak diterbitkan, akan dikembalikan ke penulis” Ardi mengakhiri pembicaraanya. (Edi Kusmaya, Cakra Banten)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama