TANTANGAN IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA

Drs. Edi Kusmaya, M.Pd



Oleh : Drs. Edi Kusmaya, M.Pd 

(Pimpinan Redaksi Cakra Banten)



(Disarikan dari makalah calon Dewan Pendidikan Kabupaten Tangerang)



Kabupaten Tangerang,- “Ganti Menteri ganti Kurikulum,” begitulah istilah yang sering kita dengan dengar apabila ada perubahan kurikulum. Termasuk saat Kurikulum Merdeka disosialisasikan kemudian diimplementasikan. Seperti biasa, pro kotra pun muncul ke publik. Ada yang setuju, kurang setuju dan bahkan selalu ada yang menentang. Alasannya berfariatif, ada yang berpendapat.



kurikulum yang satu belum selesai bahkan belum terlihat hasilnya – sudah datang lagi kurikulum baru. Sebagian lagi, masih punya sikap terhadap alergi terhadap perubahan. Masih nyaman di posisi lama. Sebagian lagi mungkin mengagap perubahan akan membuat tambahan bahan pemikiran dan pekerjaan atau bahkan masalah baru. 



Hal itu sebagai respon yang wajar dan tidak perlu dipermasalahkan. Karena setiap orang, setiap pakar dan kita semua tentu akan berbeda pandangan. Dalam kontek dinamika perbedaan adalah rahmat, tandanya pemikiran itu berkembang di masyarakat. Hal yang terpenting, semangatnya semua sama untuk memajukan pendidikan.



Sebagaimana kita ketahui, bahwa perubahan kurikulum telah terjadi sejak Indonesia merdeka. Karena memang perubahan di masyarakat akan terus terjadi, seiring dinamika perubahan jaman itu sendiri. Oleh karenanya kurikulum pun harus terus diperbaharui, sesuai dengan tuntutan dan dinamika serta kebutuhan pendidikan di masa depan. Semuanya diperuntukan bagi kemajuan bangsa.



Setiap perubahan tentu menuntut konsekwensi, maka yang sering jadi persoalan di tataran implementasi. Hal ini harus dijadikan “tantangan” bagi semua pihak terkait. Sebaik apapun kurikulum, secangggih apapun kurikulum bukan hanya pada kurikulumnya saja, tapi bagaimana implementasinya di lapangan.



Energi yang harus kita curahkan, selain bagaimana kurikulum merdeka benar-benar bisa difahami secara penuh, paling penting bagaimana inovasi-inovasi implementasi lebih dipertajam. Sehingga perubahan kurikulum tidak jadi suatu hal rutinitas yang kurang memberikan kontribusi, bagi peningkatan pendidikan khusunya di Kabuapten Tangerang, Provinsi Banten dan di negeri tercinta ini. Diantara pihak yang pertama dan utama dalam kontek penerapannya, ada di tangan pendidik, yaitu para guru, instruktur dan atau tutor. 


Atas uraian tersebut muncul pertanyaan

1. Apa hakekat perubahan dan kurikulum dalam pendidikan ?

2. Apa hakekat kurikulum merdeka ?

3. Bagaimana pemahaman terhadap perubahan kurikulum ?

4. Harus bagaimana pemahaman dan guru terhadap implementasi

5. kurikulum ?

6. Langkah apa yang harus dilakukan dalam upaya peningakatan kopetensi guru ?



Perubahan Sosial.


Teori Perubahan Sosial bahwa di dunia itu tidak ada yang abadi. Tidak ada yang tidak berubah, kecuali perubahan itu sendiri. Setuju atau tidak kita pada perubahan, maka perubahan itu pasti akan terjadi – seiring dengan perubahan dinamika dan peradaban jaman itu sendiri. Ada yang mengatakan perubahan itu “keniscayaan”. Artinya ia akan berubah dengan sendirinya, dan tidak ada satu kekuatan pun yang dapat menahan perubahan. Oleh karena itu sikap kita sebaiknya mengantisipasi perubahan, paling tidak bisa mengikuti perubahan. Jangan sampai terlindas oleh perubahan itu sendiri. 


Banyak contoh yang kita bisa saksikan dan rasakan, bagaimana ojeg pangkalan tergantikan dengan ojek online. Bagaimana pelayanan publik, yang tadinya menggunakan tenaga manusia digantikan dengan mesin/robot. Semua kongkrit dalam kehidupan keseharian. Hal itu akan terjadi sepanjang kehidupan dan peradaban ini berjalan. Agar perubahan itu berjalan kearah yang lebih baik, maka kita harus mengarahkan perubahan itu. Oleh karena itu arah perubahan pendidikan di masa depan, harus direncanakan salah satunya melalui pembaharuan kurikulum. Pembaharuan kurikulum yang telah, sedang dan akan diimplementasikan kini dikenal dengan Kurikulum Merdeka.



Kedua, Konsep Pembelajaran Kontektual. Sebagaimana dikemukakan Asis Saefudin dan Ika Berdiati, dalam bukunya Pembelajarn Efektif mengatakan, “Dasar filosofi pembelajaran kontektual di antaranya adalah pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan sempit, mengerucut dan tidak sekonyong-konyong.”



Beliau menegaskan bahwa, pengetahuan bukanlah seperangkat katakata, konsep atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksikan pengetahuan tersebut dan memberi makna melalui pengalaman nyata. Artinya berlangsungnya pembelajaran tidak terlepas dengan lingkungan sekitar. Sesungguhnya pembelajaran tidak terbatas pada empat dinding kelas. Ia bisa menembus ruang dan waktu, masuk pada kehidupan nyata dalam dinamika kehidupan.



Pembaharuan.


Sebenarnya kurikulum tidak pernah diganti secara ekstrim, dari mulai kurikulum pertama hingga Kurikulum Merdeka. Tetapi kurikulum selalu “diperbaharui” mengandung makna ; disempurnakan, disesuaikan dan atau direvisi’. Artinya semua kurikulum adalah yang terbaik dijamannya. Ia akan segera tertinggal dan ditinggalkan oleh perubahan. Jadi persoalannya bukan pada kurikulum, tetapi pada dinamika perubahan yang terjadi di masyarakat mencakup semua aspek kehidupan; tata nilai, system social, pranata social, kebiasan, sudut pandang hingga ke ilmu pengetahuan dan teknologi. Dilandasi teori Perubahan Sosial yang telah dikemukakan sebelumnya. Jadi bukan karena pemerintahnya baru, atau lebih spesifik mentrinya baru. Tetapi lebih pada tataran kehidupan itu sendiri yang akan terus berubah. 



Agar perubahan terarah, terkendali maka harus dibuat panduan perubahan. Siapa yang merumuskan kurikulum, tentunya para ahli di bidang masingmasing sesuai dengan disiplin ilmunya. Mereka akan mengkaji secara ilmiah dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademik (keilmuan) dan tentunya berdasarkan pengamalan empirik. Kemudian pengambil kebijakan, akan menindaklanjuti sebagai pelaksananya hingga ke tingkat yang paling bawah.



Bagaimana sikap di tataran para pengambil kebijakan, mensosialisasikannya secara penuh. Agar semua pihak yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan, benar-benar faham akan makna filofois kurikulum secara umum dan kurikulum merdeka secara khsusus. Kemudian para pelaksana pertama dan utama, yaitu guru, instruktur dan tutor setelah memahami dipraktekan dalam proses pembelaran.



Hakekat Kurikulum Merdeka.


Setiap kurikulum pasti ada plus minusnya, oleh karena itu harus diperbaharui, sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peserta didik pada masa kini dan masa yang akan datang. Ada beberapa hal yang penting dalam Kurikulum Merdeka; Pertama, sesuai namanya “merdeka”. Kurikulum ini mencoba mengbalikan kebebasan atau ruang dalam tanda pentik, kepada guru dan peserta didik/siswa – untuk secara optimal menggali potensinya masing-masing. Karena sesungguhnya setiap peserta didik atau siswa dilahirkan dengan sejumlah potensi dirinya masing-masing. Setiap pribadi adalah unik, tidak ada yang sama persis, walaupun tentu ada titik persamaan di antara mereka.



Jadi esensinya setiap individu memerlukan proses pembelajaran yang berbeda, satu sama lain. Begitu juga, karakter dan kepribadiannya berbeda pula. Belum lagi karakteristik wilayah dan sosial kultural yang beraneka ragam, menjadikan tantangan tersendiri dalam meberikan layanan pembelajaran yang sesuai dengan ciri khas setiap wilayah. 



Karenanya guru diberi ruang untuk menganalsis setiap individu, sesuai dengan potensi, sikap, karakter dan kepribadiannya. Kemudian merancang model pembelajaran yang sesuai dengan komponen-komponen tadi. Termasuk potensi wilayah, sumber daya alam yang ada selain sarana pra sarana yang tersedia.



Kedua, sebelum pembelajaran dimulai selalu diawali dengan analisis kebutuhan. Sebagaimana telah disebutkan tadi, setiap siswa dan setiap wilayah berbeda. Dasar analisis kebutuhan tersebut yang akan dijadkan program pembelajaran. Dengan memberikan layanan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan, sudah dapat dipastikan – setiap peserta didik akan merasa terlayani secara spesifik. 



Kondisi ini akan memberikan rasa nyaman bagi perserta didik dan guru. Bila suasana pembelajaran terbangun harmoni diantara guru dan peserta didik, bisa dipastikan proses pembelajaran akan berjalan efektif dan efisien.



Pendekatan tersebut, sebenarnya bukan hal baru. Dalam Pendidikan Non Formal (PNF), pola-pola pembelajaran biasanya lebih menekankan pada kebebasan tutor atau fasilitator. Mereka biasanya melakukan “kontra belajar” terlebih dahulu. Setelah terjadi kesepakatan belajar, baru proses pembelajaran dimulai. Implikasinya semua materi belajar, didasarkan pada kebutuhan peserta didik. Kebutuhan belajar mereka, biasanya terkait dengan hal-hal keseharian dalam hidupnya. Oleh karena itu, materi pembelajaran sangat kontektual.



Hal itu sedikit agak berbeda dengan kurikulum Pendidikan Formal, yang secara terstruktur materi-materi tersebut sudah digariskan dalam kurkulum. Nah dalam kurikulum merdeka, ada ruang untuk guru dalam menggali dan mengembangkan materi kontesktual yang digali dari kebutuhan siswa. 



Ketiga, tidak kalah pentingnya dalam penggalian kebutuhan belajar – selalu berorientasi pada konsep pembelajaran kontektual. Bahan atau materi belajar, istilah kekiniannya conten harus berbasis kebutuhan lokal kontektual. Artinya, pengetahuan dan keterampilan (kopetensi) tersebut berdasarkan kebutuhan nyata dalam kehidupan keseharian di lingkungan dimana siswa itu berada. Kemudian pembelajaran dirancang dalam bentuk karya nyata berupa projek, atau tugas. Tugas-tugas tersebut, bentul-betul realistis dan berakar atau berdasarkan potensi lingkungan, baik Sumber Daya Alam (SDA) maupun Sumber Daya Manusia (SDM). Karakteristik Kabupaten Tangerang Provinsi Banten, sebagai salah satu penyangga Ibu Kota Jakarta – di samping mempunyai kearipan local sebagai masyarakat religus dan budaya Banten. Harus menjadi salah acuan dalam menggali pontensi wilayah dan kearipan local. Sebagai wilayah yang menyandang kota seribu industry, merupakan pontensi lokal yang harus menjadi perhatian tersendiri – sehingga terakomudir dalam analisis kebutuhan belajar untuk komsumsi kalangan industri.



Pemahaman.


Ada hal yang tampak sepele yang harus juga jadi perhatian semua pihak. Apalagi kalau bukan yang terkait dengan, “pola pikir” (mind set) yang akan berpengaruh kepada pola kerja. Pada akhirnya akan bermuara pada ketercapain tujuan implemtasi kurikulum merdeka.



Hal ini berkaitan erat dengan sikap yang kurang mendukung dengan perubahan. Walaupun jumlahnya mungkin relatife sedikit, dan biasanya terjadi di awal. Namun sebaiknya tidak dianggap sepele, karena kadang bisa mempengaruhi pada yang lain. Pertama, masih ada sebagian kecil alergi terhadap perubahan. Alasannya fariatif dan bisa klasik. Masih nyaman dengan pola lama, atau pola baru akan dianggap menjadi beban pemikiran dan kerja.



Kedua, masih rendah motif berpretasinya. Sikap konservatif seperti ini, selain akan mengganggu yang bersangkutan untuk meraih nilai lebih dalam bekerja. Dikhawatirkan memberikan pengaruh pada guru yang biasanya berada di level tengah. Antara ingin maju, dan biasa-biasa saja.



Atas dasar itu, para pengambil kebijakan jangan hanya terkonsentrasi bagaimana wawasan dan teknis kurikulum merdeka bisa dilaksanakan. Tetapi harus juga menyentuh aspek ini, dengan pendekatan apresiasi berbentuk penghargaan kepada mereka yang berprestasi. 



Bentuknya sangat berragam, dari mulai pengakuan, memperhatikan jenjang karir hingga pemberian hadiah materi. Tentunya disesuaikan dengan situasi dan kemampuan – terutama bagi para kepala sekolah atau pimpinan lembaga. Bentuk-bentuk apresiasi ini, menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya implemtasi kurilulum merdeka secara keseluruhan. Harus ada keberanian dalam mencoba pendekatan-pendekatan inovatif dan kreatif. Berupaya memperbaharui pola-pola lama, yang sudah kurang sesuai dengan dinamika perubahan. Terutama perubahan yang cepat terkait dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.



Langkah strategis. 


Pihak pertama dan utama yang paling berperan dalam implementasi kurikulum merdeka, adalah peran (role) guru. Oleh karenanya semua ihtiar harus terkonsentrasi pada upaya ini. Dari mulai bagaimana menguatkan pola pikir (mind set), pemahaman hingga penguasaan hal yang bersifat teknik kurikulum merdeka.



Pedekatan, metode dan langkah yang telah sedang dan akan diteruskan oleh pihak pemerintah dari mulai pusat hingga tinggal daerah, perlu terus disuport dan dikembangkan. Terutama dalam menemukan inovasi-inovasi baru.



Tantangan.


Implementasi Kurikulum Merdeka harus dipandang sebagai tantangan tidak boleh dianggap sebagai beban. Sebagai tantangan akan menstimulasi semua pihak untuk menjawabnya dengan solusi inovatif dan kreatif. Kurikulum Merdeka, sesuai semangatkan memberikan ruang dan kesempatan bagi guru untuk mengeksplor dirinya, dalam upaya menggali kompetensi siswa sesuai dengan potensi diri dan lingkungannya. Kata kunci kedua, secanggih apapun kurikulum sehebat apapun model pembelaran, pada gilirannya akan ditentukan oleh faktor manusianya. Pihak pertama dan utama paling berperan dan memberikan kontribusi paling besar, adalah peran guru. Oleh karena itu peningkatan kompetensi guru, menjadi hal pertama dan utama dalam upaya menginplementasikan kurikulum merdeka.



Berkaitan dengan variatifnya kemampuan guru dari segala hal, maka pendekatan peningkatan kualitas guru pun harus sejalan dengan rohnya Kurikulum Merdeka. Mereka diberikan ruang dan kesempatan dan cara yang berbeda dalam menggali potensi diri dan siswanya. Lebih banyak pemberian kemampuan teknis dengan cara-cara inovatif dan kreatif, dalam meningkatkan kemampuan akademik dan praktiknya.



Dengan lebih banyak memberikan porsi praktek, akan lebih memberikan pengalaman nyata implementasi dalam tugas kesehariannya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama