Merawat Tradisi Kaderisasi PGRI


 

Oleh ; Cucu Syaefullah

(Sekretaris PGRI Kab. Tangerang)



Cakrabanten.co.id,- Persatuan Guru Republik Indonesia merupakan rumah para guru. Impian dan harapan para guru tertuang di sana, kemudian suara dan harapan itu disampaikan oleh “para mandataris” yang didaulat sebagai penyampai aspirasi anggota. Para “mandatris” itu yang dikenal dengan istilah “pengurus”. 



Pola organisasi profesi guru ini berbentuk Button Up, beda halnya dengan Organisasi Perangkat Daerah yang bersifat Top Down. Button Up memiliki pengertian bahwa kepengurusan dapat terbentuk karena dipilih oleh anggota, lain halnya dengan organisasi yang memiliki pola Top Down, ia dibentuk karena ditunjuk oleh pemangku kebijakan di atasnya. Itu artinya bahwa pengurus organisasi profesi yang di atas merupakan mandataris atau orang-orang yang diberikan mandat oleh struktur di bawahnya. 



Kalimat sederhanya adalah; terbentuknya pengurus cabang/kecamatan dapat terjadi karena mandat yang diberikan oleh pengurus ranting/gugus/desa, dan ranting merupakan reprsentasi anggota yang memiliki kedaulatan penuh terhadap organisasi. Selanjutnya, terbentuknya pengurus kabupaten karena mandat yang diberikan oleh pengurus cabang/kecamatan, demikian hingga ke jenjang paling atas, yaitu Pengurus Besar.



Dalam hal pemilihan pengurus, PGRI telah memberikan pedoman melalui Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) organisasi, yang setiap 5 (lima) tahun sekali diperbaharui berdasarkan kebutuhan dan usulan anggota melalui kongres. Hal-hal yang tidak diuraikan secara detail pada AD/ART, kemudian dijabarkan di Peraturan Organisasi (PO). Keputusan Pengurus Besar dalam menerbitkan PO melalui tahapan dan mekanisme yang telah diatur secara seksama.



Karena PGRI ini organisasi yang memiliki pola Button UP, maka hal yang wajib dilakukan oleh pengurus yaitu melakukan kaderisasi. Karena tanpa kader-kader yang handal, maka organisasi akan berjalan tanpa arah, dan organisasi akan dikendalikan berdasarkan “selera” pengurusnya saja. 



Jika menilik alur kerja PGRI, setidaknya terdapat tiga agenda yang wajib dilaksanakan oleh pengurus, yaitu; meningkatkan profesionalisme guru, memperjuangkan hak dan kesajhteraan para guru, dan melindungi guru dalam menjalankan tugas. Oleh karena hal itu, pengurus sedapat mungkin merancang agenda kerja organisasi dengan dasar ketiga aspek itu tadi, sehingga keberadaan organisasi dapat menyentuh kepentingan dan harapan anggota, serta memiliki nilai manfaat terhadap profesi guru dan tenaga kependidikan.



Kaderisasi PGRI dilakukan untuk menyiapkan kader-kader yang memiliki kualitas, berdedikasi, dan loyal terhadap organissasi. Ia akan berdiri di depan dan menyuarakan aspirasi anggota dengan cara-cara akademis kepada para pemangku kebijakan. Karena kepiawaian penyampaian aspirasi ini sangatlah penting, mengingat PGRI adalah organisasi yang “dihuni” oleh para akademisi, sehingga pola dan penyampaiannya pun harus dengan cara-cara akademis pula. 



Kader-kader PGRI tidak lantas menganggap dirinya sebagai oposisi bagi kebijakan pemerintah, akan tetapi harus mampu menjadi mitra terbaik pemerintah dalam meningkatkan kualitas pendidikan pada setiap jenjang. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang perlu mendapatkan koreksi, seyogyanya disampaikan dengan cara yang lebih intelektual, dengan menyelenggarakan diskusi panel, kajian regulasi, tulisan ilmiah, atau hal lain yang bersifat akademis.



Kader-kader organisasi sejati tidak menjadi organisatoris “kagetan”, kendati saat ini menjamur organisasi-organisasi yang mengatasnamakan para guru. Sebagai organisatoris yang telah ditempa oleh berbagai macam problematika, ia tidak akan pernah latah mengomentari tumbuhnya organisasi-organisasi guru yang baru. Bagi seorang kader, mengemas organisasi dengan menyajikan program-program strategis yang dilandasi ketulusan dan keikhlasan, adalah jauh lebih penting daripada terjebak dalam konflik ego sektoral.  



Tumbuhnya organisasi baru yang sejenis disebabkan oleh beberapa faktor;


1. Obsesi yang tidak terwujud; acapkali organisasi baru yang sejenis diprakarsai oleh orang yang memiliki obsesi tinggi, akan tetapi ia tidak pernah menndapatkan tempat pada organisasi itu.


2. Keinginan untuk menjangkau kelompok tertentu; organisasi baru tumbuh disebabkan pula karena organisasi yang telah ada tidak mampu merepsentasikan kebutuhan atau aspirasi mereka, sehingga mereka melokalisir beberapa anggota yang dianggap memiliki visi yang sama.


3. Ketidakpuasan terhadap kepemimpinan/kepengurusan; ketidakpuasan terhadap pemimpin/pengurus dapat menjadi sebab tumbuhnya organisasi baru yang dibentuk oleh kelompok yang merasa tidak puas terhadap gaya kepemimpinan atau alur kerja pengurus yang tidak mampu mengartikulasikan aspirasi mereka.


4. Konflik internal; Konflik internal pengurus dapat pula dikategorikan sebagai penyebab terjadinya organisasi baru. Kelompok yang melihat konflik berkepanjangan di kalangan pengurus akan keluar dan mengorganisir kelompok yang baru, karena mereka menganggap konflik yang tak pernah terselesaikan adalah indikasi organisasi tersebut tidak sehat.



Bercermin dari kelima faktor di atas, kader yang baik tentunya akan sangat menjaga kondusifitas organisasi, dengan gaya kepengurusan yang komunikatif, kontributif, dan aspiratif. Ia tidak akan membeda-bedakan anggotanya, karena amanat Anggaran Dasar, salah satu sifat organisasi PGRI adalah unitaristik (tidak memandang ras, budaya, agama, gender, dan latar belakang seseorang).  



Seluruh organisasi pastinya memiliki regulasi dan kultur organisasi tersendiri. Tidak terkecuali PGRI. Sebagai organisasi guru tertua di republik ini, PGRI telah melalui asam garam perjuangan dari zaman Hindia Belanda (pada waktu itu masih bernama PGHB; Persatuan Guru Hindia Belanda) hingga saat ini. Hanya kader organisasilah yang mampu mengejawantahkan regulasi yang telah ditetapkan sebagai keputusan organisasi, dan hanya kader organisasilah yang memiliki kepiawaian dalam menyikapi kultur organisasi dengan bijak.



Pada akhirnya, semoga Allah SWT tetap menganugerahkan kekuatan lahir batin kepada segenap Pengurus PGRI di seantero nusantara, sehingga mereka dapat menjalankan roda organisasi ini dengan santun dan aspiratif.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama