Kado kecil di Hardiknas 2024 : PENDIDIKAN NON FORMAL YANG DIBUTUHKAN DAN YANG “TERLUPAKAN?"



Oleh : Drs. Edi Kusmaya, M.Pd (Pimred Cakra Banten)



cakrabanten.co.id, Tangerang,- Masyakat pada umumnya para pengiat pendidikan khusunya, bila membicarakan pendidikan – maka pikirannya akan terbayang mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta. Apa yang kita kenal Pendidikan Formal (PF) Padahal pendidikan bukan hanya ada di sekolah, di mana ada ruang belajar, guru, murid, buku, alat peraga dan sarana belajar lainnya. 



Masih ada bentuk pendidikan lain, Pendidikan Non Formal (PNF) dan Pendidikan Informal (PI). Oke … PI diserahkan kepada keluarga. Tapi PNF merupakan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Bentuk satuannya pendidikannya cukup beragam, meliputi ; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan Keaksaraan, Pendidikan Kesetaraan (Paket A = setara SD, B = setara SLTP dan C = setara SLTA), Pendidikan Kursus dan Latihan, dan Magang. 



Siapa yang bisa menyelenggarakan program PNF, adalah masyarakat ; bisa yayasan, lembaga social, komunitas, organisasi kemasyarakatan dll. Nama lembaga penyelengganya pun sangat beragam. PNF telah lahir jauh sebelum PF lahir. 



Pertanyaan klasik, “Apakah popularitas dan perhatian kita termasuk pemerintah pusat dan daerah, sudah sebandingkan anatara PF dengan PNF ?” Jawabnya kalau mau jujur, BELUM ! Padahal kontribusi PNF terhadap dunia pendidikan sangat signifikan. 



Kontribusi

Bagaimamana nasib masyarakat yang karena tidak bisa menempuh Sekola Dasar (SD), Sekolah Tingkat Lanjutan Pertama (SLTP) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) ? Jika tidak ada Pendidikan Kesetaraan yang diselenggarakan oleh masyarakat, salah satunya oleh Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Bagaimana nasib warga negeri ini yang telah merdeka, tapi belum bisa baca tulis hitung ? Bagaimana anak-anak usia dini yang orang tuanya tidak mempunyai kemampuan memberikan pendidikan di TK ? Bagaimana lulusan SD, SMP dan SLTA yang tidak mempunyai kemampuan keterampilan pekerjaan ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut telah, sedang dan akan terus dijawab oleh Pendidikan Non Formal. Dari mulai PAUD, Kejar Paket A, B dan C, Kursus, Magang dan berbagai pelatihan yang semuanya diselenggarakan oleh masyarakat melalui berbagai lembaga non sekolah. 



Merdeka Belajar 

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, para pakar, guru dan pemanggku kebijakan terus bahu membahu mensosialisasikan serta mengimplementasikan Kurikulum Merdeka, dengan Merdeka Belajar. Di PNF itu bukan barang baru di proses pembelajaran PNF. Dari tempoe doeloe, dalam dunia PNF telah terbiasa menggunakan model belajar yang merdeka. Karena kurikulum PNF berorientasi pada kebutuhan praktis dan jangka pendek. Itulah khas dan salah satu ciri PNF. Selalu kontektual dan memberi kebebasan pada peserta didik dan para tutor. 



Metode yang berbeda, lebih menekankan pada pendekatan Andragogik – membuat PNF lebih fleksibel, tidak kaku dan terlalu akademis. 



Di PF sering terjadi pemaksaan kalau tidak disebut penyiksaan. Kita bisa menyaksikan tas anak SD lebih besar dari badannya sendiri. Sehingga badannya membungkuk karena berat membaca buku pelajaran yang beraneka ragam. Kadang pelajaran itu tidak sedikit yang BETI (Beda-beda Tipis). Buku-buku itu harus diganti tiap tahun. Tiak bisa diwariskan ke adik atau saudaranya. Karena harus beli buku baru, dan orang tua tidak bisa menolak. Celakanya, jika dianalisa tidak jarang buku-buku paket itu, hanya diganti kata pengantarnya. Atau hanya diganti beberapa bagian, untuk supaya kelihatan baru. 



Memprihatinkan.

Pendidikan dasar, dari sisi tugas perkembangan anak berkembang di masyarakat, bahkan di beberapa SD yang mengharuskan calon siswa kelas satu harus lulus tes (Baca – tulis – Hitung) calistung. Akibatnya, PAUD berubah jadi Pra-SD. Tugas utama bermain, berubah menjadi belajar. 



Jika ana PAUD yang konsisten menjalankan tupoksinya sebagai lembaga “Bermain Anak”, terancam tidak mendapatkan siswa – karena tidak dipilih oleh orang tuanya. Akibatnya, daripada bubar akhirnya secara diam-diam mengajari anak usia dini Calistung. Sekarang lebih parah lagi, akibatnya menjamur BIMBA (Bimbingan Baca Tulis). 



Ini harus segera diambil tindakan tegas, oleh pemerintah. Jika dibiarkan anak-anak balita dipaksa Calistung, maka pada saat tertentu akan menjadi bencana pendidikan bagi generasi berikutnya. Dalam hal ini para ahli perkembangan anak harus latang menentang calistung bagi anak usia dini. 



Pendidikan Kejuruan 

Fenomena lain, pengangguran di tingkat pelajar sangat tinggi. Jangankan lulusan SLTP yang memang belum mempunyai keahlian, jebolan SMK pun tidak sedikit yang menganggur. Kondisi diperparah, jumlah sekolah kejuruan masih kurang dibandingkan dengan sekolah non kejuruan. Seharusnya SMK lah yang paling banyak didirikan, terlebih kita wilayah industry. 



Disinilah kontribusi PNF, dalam meberikan program-program pelatihan yang dibutuhkan oleh pasar. Terutama keahlian yang berkaitan dengan industry dari hulu hingga hilir. Maka lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP dan LPK) harus didorong dan disuport sama denga Pendidikan Formal. Bagaimana dengan faktanya di lapangan ? Silahkan yang bersangkutan yang bicaranya. 



Wisuda. 

Sebelum lupa, soal wisuda. Rupanya ritual wisuda kini bukan hanya monopoli Perguruan Tinggi. Tapi mulai PAUD, TK, SD, SMP dan SMA melaksanakan wisuda. Persoalannya, hajat tersebut bagi orang tua yang mampu secara ekonomi tidak jadi persoalan. Namanya bersyukur dan kepuasan batin, tidak bisa diukur dengan materi. 



Tapi akan jadi persoalan bagi orang tua yang secara ekonomi kurang mampu. Bagaimana kalau ada yang punya anaknya dari TK hingga SLTA, terus semuanya minta biaya wisuda. Ini menjadi persoalan serius. 



Ini penyakit tahunan, setiap kenaikan atau kelulusan akan muncul kembali. Meskipun pemerintah pusat dan daerah sudah mengeluarkan kebijakan. Di lapangan tetap aja terulang lagi. Oleh karenanya mari kita semua, sama-sama membenahi pendidikan ini terutama di Kabupaten Tangerang dan Provinsi Banten. 



Apresiasi.

Di hari Pendidikan Nasional ini, mari kita sama-sama mensejajarkan antara PF dengan PNF paling tidak tidak terlalu tertinggal. Kalau sejajar dalam kenyataanya, tidaklah mudah. Dalam beberapa hal, Pemeritah Kabupaten Tangerang, melalui Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang perlu acungkan jempol. Terutama dengan program inovasi bernama Pendidikan Kesetaraan Tingkat Desa (PAKADES) yang merupakan implementasi 'Desa Peduli Pendidikan' yang dicanangkan oleh Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia.



Semoga tahun-tahun ke depan lembaga kursus pelatihan pun mendapat kesemapatan untuk berkembang lebih maju lagi. Sehingga Hari Pendidikan Nasional, tidak hanya bersifat ritual rutin dan hanya berpusat pada Pendidikan Formal !

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama