KONSEP PEMIKIRAN PENDIDIKAN ISLAM IMAM GHAZALI RELEVANSINYA DI INDONESIA

Foto Ilustrasi : Imam Al-Ghazali



Oleh : Reza Romansah, Suntamah, Raudina Rihhadatul Aisy, Dina Indriana dan Wahyu Hidayat 

(Mahasiswa/i Pendidikan Bahasa Arab, UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten Smt IV)


cakrabanten.co.id,- Secara keseluruhan kajian ini bertujuan untuk mengetahui konsep pendidikan agama Islam menurut Imam Al-Ghazali. Tujuan khusus menggali pemikiran al-Ghazali tentang konsep ilmu pengetahuan pendidikan Islam. 



Al-Ghazali seorang ulama besar dengan hasil karya dalam berbagai bidang ilmu seperti ilmu agama, filsafat, tasawuf, akhlak, politik, dan lainnya. Pendidikan menurut tokoh ini  merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara sistematis melahirkan perubahan yang progresif pada tingkah laku manusia. Dalam pandangan Beliau, sentral dalam pendidikan adalah hati sebab hati merupakan esensi dari manusia karena substansi manusia bukanlah terletak pada unsur-unsur yang ada pada fisiknya, melainkan berada pada hatinya.



Pendidikan Islam

Pendidikan Islam menurut pandangannya bertujuan untuk membentuk manusia sempurna, baik di dunia maupun di akhirat. Seseorang dapat mencapai kesempurnaan dengan memperjuangkan ilmu dan mengamalkan keutamaan melalui ilmu yang diperoleh. 



Keutamaan tersebut dapat mendekatkan seseorang kepada Tuhan dan pada akhirnya membahagiakan dunia dan akhirat (Ihsan 2018). Ilmu menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih mulia dan terhormat dibandingkan makhluk lainnya.  Pemikiran Al-Ghazali pada konsep pendidikan Islam antara lain:



Pertama, unsur pendidika Islam, yaitu: Tujuan utama belajar adalah untuk mencapai kebahagiaan hidup  dunia dan kehidupan akhirat, oleh karena itu landasan utama dalam bidang pendidikan adalah Al-Quran dan Hadits. Pendidik harus mempunyai niat awal untuk mendidik, dekat dengan Tuhan, menjadi teladan bagi peserta didik, dan mempunyai kemampuan pedagogi. Adapun siswa,  rajin belajar dengan niat mendekatkan diri kepada Tuhan, menghindari zina, menghormati guru, memperdalam hikmah yang diterima darinya. Sedangkan kurikulum sebagai alat pendidikan harus disesuaikan dengan perkembangan peserta didik. 



Kedua, bentuk penerapan nilai-nilai pendidikan  saat ini mengalami perubahan karena munculnya model-model lembaga pendidikan yang memasukkan nilai-nilai pendidikan Islam ke dalam kurikulumnya, seperti shalat Dzuhur, Tadars al-Quran dan lain sebagaiinya. Dari kajian pemikiranya terlihat jelas bahwa ada dua tujuan akhir yang harus dicapai melalui kegiatan pendidikan yaitu : Pencapaian kesempurnaan manusia yang membawa pada kedekatan dengan tuhan dan berujung pada kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.



Oleh karena itu, mendidik masyarakat sedemikian rupa sehingga mencapai tujuan, yaitu tujuan awal dan tujuan akhir pendidikan. Tujuan ini nampaknya bernuansa religius dan etis, tanpa mengabaikan isu-isu sekuler (Nata, Numerical Thought in Islamic Education, 2000).



Biografi 

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad al-Ghazali atau lebih dikenal dengan al-Ghazali. Ia dilahirkan pada tahun 450 M (1058 M) di sebuah kota kecil dekat provinsi Khurasan di Republik Islam Irak. Nama al-Ghazali berasal dari kata ghazal yang berarti penenun benang, karena pekerjaan ayahnya adalah menenun benang. Di sisi lain, Ghazali juga berasal dari kata “Ghazala” yang merupakan nama tempat lahir Al-Ghazali, dan  banyak digunakan masyarakat untuk mengasosiasikan nama tersebut dengan pekerjaan dan tempat lahir ayahnya (Iqbal 2015).



Beliau merupakan seorang pemikir yang telah banyak menulis dalam berbagai bidang keilmuan seperti  agama, filsafat, tasawuf, moralitas, dan politik. Karya besar Imam al-Ghazali adalah kitab ``Ihya Ulum al-Din'' (Kebangkitan Ilmu Agama), ditulis pada usia 50 tahun sepulang dari Naisabur setelah bertahun-tahun mengembara sebagai seorang sufi. 



Menulis mencapai 300 karya dan Beliau diberi nama Hujjatul Islam (Bukti Kebenaran Islam) dan Zainuddin (Hiasan Keagamaan) karena ketenarannya. Al-Ghazali menderita sakit dan meninggal dunia pada tahun 505 M atau 1111 M,  meninggalkan tiga orang putri dan satu orang putra (Hamid yang lebih dulu meninggalkannya) (Mahmud 2011).



Ia banyak mengarang buku dalam berbagai disiplin ilmu. Karangan-karangannya meliputi Fikih, Ushul Fikih, Ilmu Kalam, Teologi Kaum Salaf, bantahan terhadap kaum Batiniah, Ilmu Debat, Filsafat dan khususnya yang menjelaskan tentang maksud filsafat serta bantahan terhadap kaum filosof, logika, tasawuf, akhlak dan psikologi. Kitab terbesar yaitu Ihya 'Ulumuddin (Menghidupkan Ilmu-ilmu Agama), karangannya ini beberapa tahun dipelajari secara seksama di antara Syam, Yerussalem, Hajaz, dan Hence. Karyanya berisi paduan yang indah antara fikih, tasawuf dan filsafat; bukan saja terkenal di kalangan kaum muslimin tetapi juga di kalangan dunia Barat. Karya-karya AlGhazali ada yang membaginya sebagai berikut: Bidang Filsafat; Maqasid al-Falasifah, Tafahut al-Falasifah, dan Al-Ma'rif al- 'Aqliyah. Bidang Agama; kitab Ihya 'Ulumuddin, Al-Munqidz min Al-Dhalal, dan Minhaj Al-Abidin. Bidang Akhlak Tasawuf; Mizan al-Amal, Kitab Al-Arbain, Mishkat Al-anwar, Al-Adab fi Al-Din, dan Ar-Risalah al-Laduniyah. Bidang Kenegaraan; Mustazhiri, Sirr Al-Alamin, Nasihat Al-Muluk, dan Suluk Al-Sulthanah. 



Ilmu Al-Ghazali menjadikannya besar dengan segala manfaat yang sudah diberikannya kepada dunia. Oleh karenanya, tulisannya ini berusaha menjawab sebagian kecil dari kontribusinya dalam bidang pendidikan, terutama menjawab bagaimana konsep pemikiran pendidikan dan relevansinya dengan sistem pendidikan di Indonesia.



Menurut Al-Ghazali, melalui pengajaran, pendidikan, ilmu dan amal perbuatan seseorang, seseorang dapat mencapai derajat atau status tertinggi di antara sekian banyak makhluk di bumi dan di surga. Pandangan tentang manusia dan perbuatannya tersebut tidak kasat mata dan penampakannya hanya mempunyai makna dengan adanya ilmu pengetahuan. lmu merupakan landasan segala kesejahteraan di dunia sekarang dan  yang akan datang (akhirat), dan ilmu juga merupakan sesuatu yang bernilai tinggi, tanpa memperhatikan objek-objek yang diketahui seseorang dapat mencapai hal yang paling berharga dalam kebahagiaan abadi, tidak ada seorang pun yang bisa mencapai kebahagiaan ini kecuali dia mengikuti perintah Allah atau melakukan amal shaleh. 



Sains dipahami sebagai tahap akhir perkembangan spiritual manusia dan  dianggap sebagai pencapaian tertinggi dan paling khas dari kebudayaan manusia. Al-Ghazali membagi ilmu menurut keharusannya sebagai berikut: a) Penelitian Hukum Keluarga Fardu Ain, b) Penelitian Hukum Keluarga Fardu Kifaya. Dalam keadaan tertentu, ilmu yang fardu kifaya bisa menjadi fardu ain, apalagi jika suatu masyarakat kekurangan jumlah ahli di bidang ilmu yang benar-benar diperlukan untuk kesejahteraan anggotanya. Ilmu Fardu Ain adalah ilmu yang diperlukan untuk berbuat kebaikan di akhirat, dan sebagaimana halnya ilmu agama, cabang-cabangnya didasarkan pada kitab-kitab ilahi. Ia mengungkapkan, Fardu Kifaya mencakup 4 bidang ilmu, antara lain kedokteran, matematika, pertanian, tekstil, industri, garmen, dan politik.



Konsep Pendidikan 

Konsep pendidikan dapat diketahui dengan mengetahui dan memahami pemikirannya terhadap berbagai aspek yang berkaitan dengan pendidikan, terutama pada unsur-unsur pendidikan seperti tujuan pendidikan, pendidik, peserta didik, alat pendidikan, lingkungan pendidikan, dan lain-lain yang mempengaruhi peserta didik. Secara sederhana, pendidikan sering dipahami sebagai usaha manusia untuk mengembangkan kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai suatu masyarakat atau budaya. Istilah pendidikan atau pedagogi mengacu pada bimbingan atau dukungan secara sadar dalam perkembangan orang dewasa. Lebih lanjut, pendidikan diartikan sebagai usaha seseorang atau sekelompok orang untuk menjadi lebih dewasa dan mencapai taraf hidup atau kehidupan yang lebih tinggi dalam arti spiritual (Hasbullah, 1997).



Pendidikan adalah usaha untuk memajukan dan mengembangkan seluruh aspek kepribadian seseorang, baik jasmani maupun rohani, agar menjadi pribadi yang berkarakter dengan kata lain dapat dipahami pula pembentukan kepribadian sebagai individu, sebagai manusia, sebagai masyarakat dan  sebagai manusia  yang berhadap-hadapan dengan Tuhan. Dapat tercapai bila suatu proses pertumbuhan dan perkembangan akhirnya berlangsung dan mencapai titik optimal dari kemampuannya. Berdasarkan pemikiran tersebut, banyak ahli pendidikan yang mengartikan pendidikan sebagai proses seumur hidup (Amrullah dan Djumransjah, 2007: 13).



Penjelasan di atas dapat dipahami sebagai pendidikan dalam arti luas, dan pendidikan dalam arti sempit  sebagai pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, pendidikan adalah pendidikan formal (Patoni, 2004: 12).  Paulo Freire, tokoh pendidikan pembebasan Brasil, menawarkan perspektif berbeda. Menurutnya, pendidikan merupakan jalan menuju pembebasan abadi dan terdiri dari dua tahap. Pertama, ini adalah momen ketika orang menyadari pembebasan mereka dan mengubah situasi  ini melalui latihan. Tahap kedua yang merupakan kelanjutan dari tahap pertama adalah proses aktivitas budaya yang membebaskan(Collin, 1999: 39). 



Dalam perspektif Islam, pengertian pendidikan dapat dilihat melalui istilah tarbiya, ta lim, dan ta’dib yang masing-masing mempunyai arti tersendiri selain sesuai dalam arti pendidikan (Shofan, 2004: 38) .



Munarji mengutip istilah tarbiya dari kamus al-Munjidi dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam. Tarbiyah berasal dari kata Rabb, Yurabbi dan Tarbiyatan yang berarti tumbuh dan berkembang (Munardji, 2004: 2). Pendapat lain menyebutkan bahwa tarbiyah berasal dari tiga kata, pertama adalah kata rabba-yarbu berarti tumbuh dan berkembang,  kedua kata rabiyah, ketiga kata rabb- yarubb artinya perbaikan, mengendalikan dan mengarahkan, melindungi serta memelihara. Kata al-Rabb berasal dari kata tarbiyah berarti menyempurnakan sesuatu secara berangsur-angsur atau membuat sesuatu berangsur-angsur mencapai kesempurnaan atau menyempurnakan sesuatu secara bertahap(Shofan, 2004: 38).



Penggunaan kata tarbiyah dalam Al-Quran pada dasarnya mengacu pada gagasan kepemilikan, yaitu kepemilikan keturunan orang tua atas anaknya untuk memenuhi kewajiban tarbiyah, yang pada hakikatnya hanya mewakili satu jenis logika saja.Sedangkan hak milik yang sebenarnya hanya milik Allah(Amrullah, dan Djumransjah, 2007: 3).



Ayat-ayat al-Qur’an yang berhubungan dengan tarbiyah seperti:


وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ


“Wahai Tuhanku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua (menyayangiku ketika) mendidik aku pada waktu kecil.” (QS. al-Isro’:24) 



Dia (Fir‘aun) menjawab, "Bukankah kami telah mengasuhmu dalam lingkungan (keluarga) kami, waktu engkau masih kanak-kanak dan engkau tinggal bersama kami beberapa tahun dari umurmu.(QS. al-Syua’ro:18) (Departemen Agama Republik Indonesia, 1998: 428). 



Tujuan Pendidikan

Tujuan utama mencari ilmu untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, oleh karena itu landasan utama dalam bidang pendidikan adalah Al-Quran dan Hadits Menurut Al-Ghazali, tujuan pendidikan akan dipengaruhi oleh filsafat hidup seseorang atau suatu negara, hal ini sesuia dengan firman Allah SWT :



“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (QS.Az-zariat:56) Filsafat dan pandangan Al-Ghazali tentang kehidupan selalu berorientasi pada landasan Islam yang bersumberkan wahyu, bersumber pada akal, dan pendekatan diri melalui sufinya, dimana tujuan pendidikan menurut Al-Ghazali adalah kesempurnaan manusia di dunia dan akhirat (Iqbal 2015).



Kurikulum Pendidikan

Menurut  Al-Ghazali, ilmu dapat dilihat dari dua segi yaitu ilmu proses dan ilmu obyek. Ilmu dapat dikatakan sebagai obyek. Bangunan keilmuan secara sistematis terdiri dari:



a) Ilmu yang disyari’atkan (Al-Qur’an dan As-Sunnah).


b) Ilmu yang tidak disyari’atkan yang diperoleh melalui penalaran akal, pengalaman, dan panca indera.


c) Ilmu yang terpuji, ilmu yang berkaitan dengan kemaslahatan dunia seperti kedokteran, pertanian, dan yang lainnya. 


d) Ilmu yang bersifat Fardhu Ain dan Kifayah.


e) Ilmu yang tercela seperti ilmu sihir dan nujum. 


f) Ilmu yang diperbolehkan seperti ilmu sejarah, syair, sastra, dll. 



Kurikulum yang dimaksud kurikulum dalam arti sempit, yaitu seperangkat ilmu yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik. Pendapat Al-Ghazali terhadap kurikulum dapat dilihat dari pandangannya mengenai ilmu pengetahuan yang dibaginya dalam beberapa sudut pandang (Mahmud 2011).



Hakikat dan Peran Pendidik

Menurutnya, guru dapat diserahi tugas mengajar selain harus cerdas dan sempurna akalnya juga baik akhlak dan kuat fisiknya. Dengan kesempurnaan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan secara mendalam, dengan akhlaknya dapat menjadi contoh dan teladan bagi para muridnya, dan dengan kuat fisiknya guru dapat melaksanakan tugas mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak muridnya (Nata 2003).



Selain sifat-sifat umum di atas pendidik kendaknya juga memiliki sifat-sifat khusus dan tugas-tugas tertentu diantaranya: 


a. Rasa kasih sayang dan simpatik, guru harus berlaku seperti orang tua terhadap anaknya, bahkan beliau berpendapat bahwa hak seorang guru itu lebih besar daripada hak seorang ayah terhadap anaknya.


b. Tulus dan ikhlas dan tidak mengharapkan upah dari muridnya, Al-Ghazali berpendapat bahwa guru tidak layak menuntut bayaran sebagai jasa tugas mengajar dan tidak patut mengharapkan balas jasa dari muridnya.


c. Jujur dan terpercaya, seorang guru seyogyanya menjadi seorang penunjuk yang terpercaya dan jujur terhadap muridnya, guru tidak boleh membiarkan muridnya memulai pelajaran tinggi sebelum menyelesaikan pelajaran sebelumnya, dan selalu mengingatkan pada murudnya bahwa tujuan akhir belajar ialah taqarrub kepada Allah SWT bukan untuk mengejar pangkat atau kedudukan. 


d. Lemah lembut dalam memberi nasihat, tidak berlaku kasar dalam mendidik murudnya. 


e. Berlapang dada, seorang guru tidak pantas mencela ilmu-ilmu yang berada diluar tanggung jawabnya.


f. Mengarahkan murid pada sesuatu yang sesuai dengan minat, bakat, dan kemampuan siswa. 


g. Menghargai pendapat dan kemampuan orang lain. 


h. Mengetahui dan menghargai perbedaan potensi yang dimiliki murid. 


i. Mengajar tuntas dan tidak pelit terhadap ilmu. 


j. Mempunyai Idealisme. 



Di sisi lain, Ia sangat memperhatikan kompetensi guru dan profesionalisme yang ditetapkan dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003 terkait dengan kompetensi (termasuk kompetensi pedagogik) yang harus dimiliki  pendidik untuk guru. Keterampilan kejuruan meliputi keterampilan kepribadian dan keterampilan sosial. Di sisi lain, kemampuan tersebut berkaitan dengan syarat seorang guru harus mempunyai akal yang cerdas, akhlak sempurna, dan fisik yang kuat. Intinya menekankan tanggung jawab profesional tenaga kependidikan dan kompetensi profesional guru  dalam pendidikan peserta didik (Barizi 2004).



Peserta Didik

Seorang murid atau peserta didik adalah orang yang mempelajari ilmu pengetahuan berapapun usianya, darimanapun, siapapun, dalam bentuk apapun, dengan biaya apapun untuk meningkatkan intelektualitas dan moralnya dalam mengembangkan dan membersihkan jiwanya dan mengikuti jalan kebaikan (Khan 2005).



Metode Mengajar

Metode pendidikan agama menurut pada prinsipnya dimulai dengan hapalan dan pemahaman, kemudian dilanjutkan dengan keyakinan dan pembenaran, setelah itu penegakan dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang menguatkan akidah. Dengan demikian metode mengajar Al-Ghazali tidak mengikuti aliran tertentu, tetapi berupa satu model yang diperoleh dari hasil pemikiran berdasarkan ajaran Islam. Ia berpendapat bahwa pendidikan agama harus mulai diajarkan kepada anak-anak sedini mungkin. Sebab dalam tahun-tahun tersebut, seorang anak mempunyai persiapan menerima kepercayaan agama semata-mata dengan mengimankan saja dan tidak dituntut untuk mencari dalilnya. Sementara itu berkaitan dengan pendidikan akhlak, pengajaran harus mengarah kepada pembentukan akhlak yang mulia. Al-Ghazali mengatakan bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar di dalam jiwa,  yang akan melahirkan berbagai perbuatan baik dengan mudah dan gampang tanpa perlu pemikiran dan pertimbangan.



Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas,  dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: Pengetahuan adalah sumber tercapainya kebahagiaan hidup dunia dan akhirat, tidak dapat mencapai kebahagiaan jika tidak tahu cara mencapainya. Oleh karena itu, pengetahuan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan, namun pengetahuan hanya bisa diperoleh melalui pendidikan. Ilmu pengetahuan akan menjadikan manusia sebagai makhluk yang lebih mulia dan terhormat dibandingkan makhluk lainnya. 



Pemikiran Al-Ghazali tentang konsep pendidikan Islam. Pertama, unsur pendidikan dalam pendidikan Islam, yaitu a) Tujuan utama pembelajaran adalah  mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat Oleh karena itu, Al-Quran dan Hadits menjadi landasan utama dalam bidang pendidikan. Pendidik harus terlebih dahulu mendekatkan diri kepada Tuhan, mempunyai niat menjadi teladan bagi peserta didiknya, dan mempunyai teknik mengajar yang bercirikan penguasaan materi, sikap obyektif, dan kepedulian terhadap peserta didik. Bentuk penerapan nilai-nilai pendidikan  saat ini ditandai dengan munculnya model-model lembaga pendidikan yang memasukkan nilai-nilai pendidikan Islam ke dalam kurikulumnya, seperti shalat Dzuhur dan Tadars al-Qur'an. 



Konsep pendidikan menyatakan bahwa pusat pendidikan adalah pikiran.  Sebab, pikiran adalah hakikat manusia, dan hakikat manusia bukan terletak pada unsur-unsur yang ada pada tubuh, melainkan pada pikiran. Keberhasilan seorang guru di kelas tergantung pada banyak faktor; tujuan pendidikan yang ingin dicapai, materi pelajaran, kurikulum, lingkungan, dan metode. 



Semua unsur tersebut tidak dapat berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling mempengaruhi dan saling bergantung. Filosofi pendidikan Al-Ghazali sebagian besar sejalan dengan konsep pendidikan umum Indonesia dan pada tataran pelaksanaannya, bahkan mempunyai keterkaitan yang sangat kuat dengan konsep pendidikan Islam Indonesia, tidak hanya mencakup aspek intelektual tetapi juga moralitas dan spiritualitas dan aspek  yang berkaitan dengan nilai kebenaran, ketuhanan, dan nilai kekal.



Editor : Edi Kusmaya (Pimred Cakra Banten)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama