JANGAN PERNAH BERPIHAK PADA KEZALIMAN

Tetep Bimbing Gunadi 
Praktisi Pendidikan


"Belajar dari burung kecil yang berjiwa besar"



cakrabanten.co.id,- Teringat tentang kisah burung pipit, cicak, dan Nabi Ibrahim AS. Kisah yang selalu diceritakan oleh guru mengaji dan orang tua di kala kecil, kini mulai terlupakan. Padahal, ada hikmah besar  dapat diambil dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 



Izinkan sedikit membuka ingatan kita kembali mengutip dari berbagai sumber agar cerita itu dapat dipaparkan paparkan secara utuh; Kala itu, ketika kekasih Allah Azza Wajalla Nabi Ibrahim AS dibakar oleh Namrud bin Kan'an yang kejam, burung pipit nan kecil berusaha melakukan sesuatu dan tidak tinggal diam. Pembakaran disebabkan suatu ketika saat rakyat Babylon sedang berpesta. Ibrahim AS menuju tempat penyembahan mereka dan menghancurkan berhala-berhala kaum Babylon. Kejadian ini membuat Raja Namrud marah besar dan memerintahkan agar Ibrahim ditangkap dan dibakar hidup-hidup. 



Alquran mengabadikan kisah pembakaran Nabi Allah, Ibrahim AS, dalam QS Al-Anbiya ayat 69. Ada sebuah momen menarik ketika tubuh Ibrahim AS mulai dikelilingi bara api, seperti disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quran al-Azhim (Jilid 3/225). 



Namun sungguh luar biasa Allah SWT langsung memperlihatkan  kekuasannya kepada kaum yang berada di situ,  bukan hanya api yang santun terhadap tubuh Ibrahim AS. Ia tidak mau membuat panas pada tubuh Ibrahim - apalagi menghancurkan tubuh Sang Nabi.  Bahkan emua binatang melata pun berusaha memadamkan api yang membakar Ibrahim AS, kecuali cicak. Kerja sama hewan-hewan yang membantu Nabi tersebut,  kemudian memunculkan percakapan yang sangat menarik antara burung pipit dan cicak. 



Burung pipit kecil merasa sangat bersedih karena sang Nabi Allah swt dibakar. Ia pun berusaha memadamkan api itu dengan cara mengangkut air di paruh kecilnya. Si burung pipit bulak-balik ke sebuah danau untuk mengambil air dan menitikkannya ke atas api yang sedang melahap tubuh Ibrahim AS. Cicak yang melihatnya tertawa mengejek, "Mana mungkin air dari paruhmu itu dapat memadamkan api. Itu hanya beberapa tetes saja," ejek sang cicak. Burung pipit tidak peduli, apakah air yang sempat diangkutnya mampu memadamkan kobaran api atau tidak, ia terus saja meneteskan air dari paruhnya. "Aku tidak sanggup melihat Nabi Ibrahim kekasih Allah dibakar. Biarlah air ini terus menetes, karena Allah Maha Tahu pada siapa aku berpihak," burung pipit membela diri.



Sementara itu, cicak terus saja tertawa. Sambil menjulurkan lidahnya menghembuskan napas ke arah api agar api itu kian membesar. Memang tiupan cecak tidaklah sebanding kobaran api, tapi Allah swt menyaksikan di mana dia berpihak. 



Melalui tulisan ini, hanya ingin kembali mengingatkan diri. Marilah hindari sesuatu yang bisa merugikan orang lain, karena termasuk katagori zalim. Sementara zalim itu dapat kita temukan dimana saja dalam ruang lingkup kerja kita,  misalnya  kebetulan kita sebagai pimpinan atau majikan,  dan mempunyai kebijakan  memberikan gaji atau upah kepada karyawan atau kepada orang yang telah bekerja pada kita, bila saja upah mereka bisa disegerakan  janganlah di tunda tunda.  Hindari  membuat kesan  kebijakan ribet atau lalai kepada suatu kerjaan,  sehingga dapat memperhabat karyawan telat mendapatkan upah.  Intinya janganlah keterlambatan mereka menerima upah karena atas kebijakan kita, karena khawatir menunda nunda hak orang lainpun itu termasuk zalim.



Dalam fikih Islam, upah atau gaji dikenal dengan istilah ijarah. Dalam al-Mujam al-Wasit, ijarah didefinisikan dengan upah atas pekerjaan dan akad manfaat dengan ganti rugi. Ijarah juga sebagai kompensasi jasa, manfaat, dan mahar. Dalam al-Mujam al-Wasit juga disebutkan standardisasi ijarah. Standar ijarah yang diterima pekerja adalah upah,  mencukupi si pegawai untuk hidup dengan kehidupan yang tenang dan nyaman. Semestinya gaji atau upah tidak boleh ditunda atau dengan sengaja melambatkan pemberiannya, padahal ia mampu membayarkannya dengan segera.



Hal ini berdalil dengan hadis dari Abdullah bin Umar RA bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, "Berikan kepada seorang pekerja upahnya sebelum keringatnya kering." (HR Ibnu Majah). Hadis sahih ini berupa perintah yang wajib ditunaikan para majikan. Haram hukumnya menangguhkan gaji pekerja tanpa alasan yang syar'i. 



Bila kita sebagai kaum yang memahami itu terlebih bila mampu dan berwenang dalam hal itu adalah harus meluruskannya.



Dan janganlah sesekali setuju ketika kita melihat adanya kezaliman, jangan pernah berpihak pada kezaliman. Ketika tangan tak mampu mencegah, lisan tak mampu tergerak, setidaknya hati kita tidak berpihak itulah selemah lemahnya iman. Wallahu A'lam bishawab@tbg#


Editor : Edi Kusmaya, Cakra Banten

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama