Transformasi Pendidikan di Kabupaten Tangerang: Tantangan dan Peluang

Dari kiri : Najamudin, S.Pd.I., MA, Drs. Edi Kusmaya,M.Pd dan Drs. E Ruzal, S.Ip, M.Pd dalam suatu diskusi santuy di Dapur Seni Ibnu Sina Production Tigaraksa Tangerang Banten


Oleh: Najamudin, S.Pd.I., MA

(Pemerhati Pendidikan)



cakrabanten.co.id,- Fenomena pandemi Covid-19 berpengaruh besar terhadap perubahan, transisi, dan transformasi terhadap hampir seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk pada bidang pendidikan. Aspek pendidikan mengalami transformasi yang luar biasa dalam berbagai dimensi, spektrum, dan fundamental pendidikan yang melingkupinya. Sebagai contoh, Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional merubah arah dan kebijakan pembelajaran yang bersifat adaptif terhadap pandemi karena nafas pendidikan tidak boleh berhenti dan mati. 



Sekolah memberlakukan proses pembelajaran secara bertahap dari offline (luring) ke online (daring) untuk menjaga keberlangsungan pembelajaran di tengah hempasan pandemi yang begitu dahsyat. Bahkan guru, murid dan orang tua saling menguatkan bahwa pendidikan harus tetap berjalan meski kondisi serba terbatas. 



Kurikulum pendidikan disesuaikan dengan tuntutan protocol Covid-19 untuk melindungi warga sekolah. Sementara itu, strategi pembelajaran yang telah didisain sedemikian rupa harus mengalami transformasi adaftif yang merubah paradigma pendidikan dan pembelajaran. Kondisi demikian menjadi trigger (baca: pemicu) bagi ide perubahan dan transformasi pendidikan, ketika dan pasca pandemi, terhadap arah dan kebijakan pendidikan nasional secara signifikan.



Transformasi Pendidikan merupakan sebuah keniscayaan dengan atau tanpa adanya wabah Covid-19. Pada level nasional, pemerintah pusat telah mengeluarkan berbagai macam kebijakan pendidikan transformatif untuk menjaga keberlangsungan pendidikan, meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan, serta mendorong daya saing insan pendidikan Indonesia di kancah Internasional. 



Pada level lokal, pemerintah daerah seperti Dinas Pendidikan Kabupaten Tangerang juga telah berupaya sangat optimal untuk mewujudkan pendidikan yang berkualitas, akses pendidikan tanpa batas, dan program-program pendidikan strategis untuk mengikis penyandang buta huruf, meningkatkan budaya literasi, serta meningkatkan sarana dan prasarana sekolah yang berorientasi pada transformasi berbasis digital, pembelajaran daring, luring dan bahkan hybrid. Tentu saja, transformasi pendidikan di Kabupaten Tangerang memiliki tantangan tersendiri sekaligus peluang yang besar untuk meningkatkan pendidikan yang bermutu, berkualitas, dan beradab.



Peluang dan tantangan masa depan pendidikan di Kabupaten Tangerang membutuhkan perspektif baru. Perspektif baru dimaksud adalah cara pandang kita terhadap pendidikan yang mencerahkan, pembelajaran yang membahagiakan, dan orientasi pendidikan berkelanjutan (sustainable education) untuk membangun peradaban madani (civilized education) di kota industri seperti Tangerang. Secara faktual, Tangerang telah bertansformasi dari wilayah agraris ke wilayah industrialis. Tentu saja, transformasi perkotaan harus diiringi dengan trasnformasi pendidikan yang adaptif dan futuristik.



Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang diangkat dalam makalah singkat ini adalah proses transfromasi pendidikan di Kabupaten Tangerang dengan segala peluang dan tantangannya (opportunities and challenges). Menurut analisa penulis, proses transformasi pendidikan di kabupaten Tangerang menggabungkan tiga jenis kecerdasan yaitu kecerdasan spiritual (Spiritual Quotient – SQ), kecerdasan intelegensia (Intelligent Quotient – IQ), dan kecerdasan emosional (Emotional Quotient – EQ). Asumsi tersebut dibangun berdasarkan visi pembangunan Kabupaten Tangerang yaitu “mewujudkan masyarakat Kabupaten Tangerang yang religious, cerdas, sehat dan sejahtera”. 



Dengan demikian, mengingat pentingnya pembahasan perubahan pendidikan pasca pandemi, mengangkat tema transformasi pendidikan di Kabupaten Tangerang berikut peluang dan tantangannya masih relevan untuk dibahas dan dikaji.



Transformasi Pendidikan

Secara literal, istilah transformasi memiliki makna yang hampir sama dengan terma perubahan. Dalam Kamus Merriam Webster (2022), kata transformasi berasal dari Bahasa Inggris, yaitu ‘to transform’ yang berarti (1) to change in composition or structure; (2) to change the outward forms or appearance of, dan (3) to change in character of condition. 



Berdasarkan tiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa transformasi merupakan perubahan komposisi atau struktur, bentuk luar, atau ciri tertentu dari suatu keadaan. Dalam beberapa literatur kamus, kata lain yang sepadan dengan istilah tersebut adalah metamorphose, convert, dan transmute. Ketiga kata tersebut dapat dipahami sebagai terjadinya suatu perubahan, bukan hanya pada materinya tetapi juga pada substansinya.



Sementara itu, dalam perspektif epistimologis, transformasi didefinisikan sebagai sebuah proses inovasi atau penemuan baru yang dihasilkan oleh perkembangan sains dan tekhnologi (Agus Salim, 2002). Dalam prosesnya, transformasi merupakan perubahan total yang menghasilkan perspektif baru atau cara pandang baru dalam berfikir dan bertindak. Dengan demikian, transformasi tidak terkait dengan suatu perubahan pada rentang waktu tertentu, namun terkait dengan awal perubahan itu sendiri sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.



Model Transformasi Pendidikan

Paling tidak, ada tiga model transformasi pendidikan yaitu (1) pembelajaran transformatif (transformative learning); (2) Pendidikan transformatif (transformative education), dan (3) Pembelajaran transformatif Integral (Integral transformative learning). Penjelasan mengenai tiga model transformasi Pendidikan akan dipaparkan pada paragraf berikut ini.



Model pertama adalah model pembelajaran tranformatif. Dalam konteks pembelajaran, teori transformasi pendidikan pertama kali dikembangkan oleh Mezirow pada tahun 70-an. Mezirow (2000) mendefinisikan teori pembelajaran transformatif sebagai perubahan asumsi dan cara berfikir (frame of reference) atau perspektif baru sebagai akibat dari hasil proses pembelajaran. Perubahan cara pandang tersebut, menurut Mezirow, disebut sebagai perspektif transformasi.



Model kedua adalah model pendidikan transformatif. Model ini merupakan pengembangan dari teori pembelajaran transformatif yang dibuat oleh McWhinney dan Laura Markos (2003). Menurutnya, pendidikan transformatif diartikan sebagai model pendidikan kooperatif yang menghargai potensi individu untuk berfikir bebas, kreatif, dan inovatif; berfokus pada transformasi pendidikan yang menghendaki terjadinya perubahan yang mendasar dan holistik, baik secara kuantitaif (i.e; bertumbuh menjadi besar) maupun kualitatif (i.e; berkembang menjadi lebih baik).



Model ketiga adalah model pembelajaran transformatif Integral. Model ini dikembangkan oleh O’Sullivan (2002) sebagai upaya yang tak bisa dipisahkan satu sama lain (baca: integral), dan melibatkan banyak faktor. Menurut teori ini pembelajaran bukan merupakan kegiatan yang berdiri sendiri melainkan memerlukan aspek-aspek lain dalam aktifitas pendidikannya dalam skala yang lebih luas, yaitu yang berhubungan dengan keberlangsungan hidup manusia (human sustainability) di masa depan. Teori ini muncul dari perspektif bahwa manusia hidup dalam periode transisi sejarah dan persaingan cara pandang yang berbeda-beda. Dengan kata lain, manusia berada dalam proses perubahan dan transformasi yang menjadi tantangan kehidupannya di masa yang akan datang.



Prinsip dan Langkah Strategis 

Ada empat prinsip transformasi pendidikan. Prinsip pertama adalah pendidikan transformatif harus menumbuhkan nalar kiritis (critical thingking) peserta didik. Peserta didik memilik kesadaran diri (self-consciousness) terhadap tatanan masyarakat dan relasi sosial sehingga mampu memahami ketidakadilan, ketimpangan, atau ketidaksetaraan Sosial. Prinsip kedua adalah pendidikan transformatif harus memiliki orientasi masa depan yang jelas. Dengan kata lain, potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dapat dikembangkan dengan cara pandang futuristik. Ketiga, pendidikan transformatif harus memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan. Keempat, pendidikan transformatif harus berorientasi pada skill dan kompetensi. Kelima, pendidikan transformatif menghendaki adanya jaminan kualitas (quality assurance).



Selain prinsip-prinsip tersebut, tentu saja diperlukan langkah-langkah strategis untuk mewujudkan proses transformasi pendidikan di Kabupaten Tangerang. Pertama, sosialisasi dan implementasi kebijakan transformasi pendidikan sangatlah penting. Transformasi pendidikan harus dipahami secara utuh oleh seluruh pemangku kebijakan, stakholder pendidikan, sekolah, guru, dan masyarakat dengan melakukan sosialisasi, seminar, training yang menjelaskan program, arah dan kebijakan pendidikan nasional terkait transformasi pendidikan dimaksud. Kedua, perspektif baru tentang transformasi digital dalam pembelajaran bagi sekolah dan guru. Cara pandang guru terhadap transformasi digital dalam proses pembelajaran di sekolah memerlukan perubahan mindset yang terbuka, sehingga transformasi digital akan terasa mudah dan menyenangkan. Ketiga, persiapan daya dukung pembelajaran transformatif. Ini sangatlah penting bagi keberhasilan proses transformasi pendidikan di sekolah karena transformasi memerlukan biaya yang tidak sedikit; peningkatan skill literasi digital bagi guru, sarana dan fasilitas pembelajaran digital, dan sebagainya.  



Peluang dan Tantangan  

Tantangan dan peluang untuk melakukan perubahan dan transformasi pendidikan di kabupaten Tangerang sangatlah besar. Pertama, bonus demografi yang dimiliki oleh Kabupaten Tangerang yang begitu luas menjadi modal besar bagi pengembangan dan transformasi pendidikan. Namun tantangannya adalah akan terjadi ketimpangan kualitas pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan apabila sarana dan prasarana yang mendukung proses transformasi tersebut tidak merata. Kedua, transformasi digital (digital transformation) bagi sekolah dengan sarana dan prasarana komputer/IT yang handal akan sangat siap dan terasa mudah. Namun tantangannya adalah bagi sekolah yang tidak memiliki daya dukung IT yang mumpuni akan terasa berat dan menyulitkan. Ketiga, bagi guru yang terbuka (open-minded) dengan perubahan pembelajaran dari pedagogik tradisional ke pedagogik transformatif, proses transformasi tersebut merupakan peluang untuk meningkatkan skill pedagogik mereka. Namun tantangannya adalah bagi guru dengan keterbatasan penguasan literasi digital dan skill pedagogik yang tradisional, transformasi dalam proses pembelajaran dengan perspektif baru tidaklah mudah. Wallahu a’lam!

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama